KBRN, Batang: Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) yang dilakukan dalam kurun waktu dua tahun belakangan ini mengakibatkan berkurangnya anak bersosialisasi dengan lingkungan.
Oleh karena itu, Desa Mandarin bentukan Amelia, menginisiasi dibukanya eduwisata dengan konsep kebun mini dan ternak, agar anak memiliki rasa cinta terhadap alam dan ikut melestarikannya.
Ia mengatakan, dalam memberikan pelajaran kepada anak, tidak mesti di sekolah, tapi bisa juga menyatu dengan alam.
“Justru lebih asyik, mereka lebih mudah mengingat karena terjun langsung ke lapangan. Mulai belajar minum teh ala Cina, mengenal lebih dekat hewan ternak seperti memberi makan ayam dan kambing, belajar menangkap ikan di tambak langsung, dan belajar menanam sayuran yakni tomat, serta cabai," terangnya saat ditemui RRI.co.id di tambak ikan Mina Mulya, Desa Mandarin, Sendang, Kecamatan Wonotunggal, Kabupaten Batang, Minggu (28/11/2021).

Amelia melanjutkan, dirinya ingin anak-anak mulai berlatih mengurangi intensitasnya dalam bernain gawai.
“Selama dua tahun ini mereka masih kurang untuk edukasi tentang alam. Kami mencoba melatih anak-anak tingkat Kelompok Bermain, Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar, untuk mengenal alam lebih dekat,” ungkapnya.
Desa Mandarin terbuka untuk umum, tidak terbatas hanya untuk kalangan anak-anak saja.
Tapi karena ini bersifat edukasi, pihak sekolah sangat dinantikan keterlibatannya.

“Contohnya saat launching ini kami mengundang perwakilan siswa dan wali murid TK Al-Azhar. Ke depan kami akan mengundang sekolah-sekolah lain yang mau berkunjung dan belajar bersama tentang bahasa Mandarin sambil mendekatkan diri ke alam,” terangnya.
Pengelola Desa Mandarin memanfaatkan potensi lokal yang dimiliki, di antaranya bekerjasama dengan pemilik peternakan kambing dan tambak ikan.
Mengenai biaya penggunaan fasilitas Desa Mandarin, untuk sekarang, karena baru hari pertama, masih dikhususkan bagi kalangan terbatas secara gratis untuk perkenalan.
Namun setelah itu, pengelola telah merancang paket-paket tersendiri dengan harga yang ramah di kantong.
“Kami siapkan paket satu, Rp50 ribu, menanam sayuran, menangkap ikan, dan memberi makan ternak, serta berlatih bahasa mandarin. Paket dua, Rp70 ribu, menanam sayuran, menangkap ikan, memberi makan ternak, berlatih bahasa mandarin dan pelatihan minum teh. Terakhir paket tiga, Rp100 ribu, masih dirancang oleh pengelola,” terangnya.

Ia mengharapkan, eduwisata kebun mini dan ternak ini mendapat respons positif baik dari warga Batang, Pekalongan, dan sekitarnya, serta dapat menjadi salah satu alternatif untuk pendidikan anak di sekolah alam.
Salah satu wali murid TK Al-Azhar, Risa, dari Kabupaten Pekalongan, menuturkan, publikasi perlu dioptimalkan agar eduwisata ini makin dikenal khalayak.
“Nantinya juga bisa kerja sama dengan Disdikbud dan Pemerintah Desa beserta potensi warganya juga makin dikenal luas. Buat anak-anak pastinya menyenangkan dan ditunggu-tunggu sejak dapat info dari teman sepekan sebelumnya,” ucapnya.
Eduwisata Desa Mandarin ini dapat menjadi media penyaluran ekspresi anak dan berbeda dari lainnya.
“Malah kalau akses alam ya seperti ini, kalau ditambahi lainnya, nanti malah kesan alaminya bisa hilang. Kalau nantinya diterapkan biaya, masih bisa diterima dan sepadan dengan pengalaman yang didapat,” katanya.
Salah satu peserta eduwisata Desa Mandarin, Hanina, siswi TK Al-Azhar, mengutarakan, bersama teman sekolah dan kedua orang tuanya sengaja datang untuk belajar menanam sayur di kebun sesungguhnya.
“Tadi minum teh, belajar bahasa Mandarin sama menangkap ikan. Tadi cuma dapat ikan satu ekor,” katanya.
Pemilik tambak ikan Mina Mulya, Gunawan, menerangkan, pemanfaatan tambak ikan sebagai media edukasi tentu sangat positif bagi perkembangan anak.
“Sekarang sudah jarang anak-anak yang mengenal alam langsung, karena kehidupan sudah begitu memanfaatkan teknologi digital. Semoga Mbak Amel dan Mas Arif bisa membantu mengarahkan anak-anak yang berminat menjadi petani milenial di masa depan,” tutur Gunawan.
Untuk saat ini, anak-anak yang berkunjung dan belajar di Desa Mandarin diberikan gratis lima ekor bibit ikan lele.
“Kalau nanti jadi dikenakan tarif bagi pengunjung, ya saya berterima kasih. Biar perputaran uangnya lancar, sekarang saja sudah memberdayakan warga sekitar untuk membantu mengelola tambak, insyaallah perekonomian di sini mulai membaik,” tandasnya. (Miechell Octovy Koagouw)
0 Komentar