KBRN, AMBON : Penyidik Polresta Pulau Ambon & Pulau-pulau Lease kini disoroti karena dianggap telah melakukan pelanggaran HAM.
Aparat penegak hukum ini diduga telah melakukan penangkapan dan penetapan tersangka secara sepihak tanpa didahului alat bukti yang kuat.
Bukan hanya itu, penyidik bahkan melakukan penganiayaan terhadap tersangka, yang terpaksa melalui Penasehat Hukumnya telah menyurati Kapolri dan Komnas HAM untuk minta perlindungan.
Penjelasan ini disampaikan Zaenah Aloahit, Penasehat Hukum Muhamad Fauzan Kastela, tersangka dugaan pencabulan terhadap anak di bawah umur dalam surat permohonan perlindungan hukum atas nama kliennya kepada Kapolri, yang diterima media ini, Senin (23/05/2022).
Dalam surat permohonannya itu, Zaenah Aloahit mengungkapkan, berdasarkan fakta - fakta yang didapat, penyidik Polresya Pulau Ambon diduga telah salah tangkap dalam kasus dugaan pencabulan dengan korban anak di bawah umur.
Selain salah tangkap, penyidik juga diduga telah melakukan penganiyaan terhadap tersangka dengan cara dipukul, menggunakan senjata tajam jenis linggis, menyetrum hingga mengikat kaki dan tangan kliennya serta dimasukkan ke dalam sel tikus.
Tindakan kekerasan ini kata Zaenah, dilakukan penyidik dengan tujuan agar kliennya mengaku sebagai pelaku dalam kasus tersebut.
Diakuinya, meskipun mendapat penganiayaan dari penyidik, kliennya yang merasa tidak melakukan perbuatan tersebut tetap membantah apa yang dituduhkan.
Bahkan kliennya telah bersumpah diatas kitab suci sesuai agama yang dianutnya sebanyak empat kali, bahwa dirinya tidak pernah melakukan tindakan pencabulan terhadap anak dibawah umur sebagaimana dituduhkan penyidik kepadanya.
Dalam surat kepada Kapolri ini, Zaenah juga menjelaskan sebagaimana yang dituduhkan penyidik kepada kliennya, pada tanggal 15 April lalu, kliennya membawa korban ke rumah kosong milik ibunya dan melakukan pencabulan tersebut tidak terbukti.
Pasalnya, Ustad Chen dalam keterangannya menjelaskan bahwa pada saat itu bersama kliennya yang mengantar korban ke rumahnya menggunakan motor yang dikendarai kliennya.
Hal ini juga diperkuat dengan keterangan beberapa guru pada sekolah Bimba Rainbow Kids, yang membenarkan bahwa saat itu, tersangka bersama dengan ustad Chen mengantarkan korban ke rumahnya.
Bukti lainnya yang bertolak belakang lanjut Zaenah, adalah tempat kejadian perkara.
Dimana polisi berdasarkan laporan ibu korban, bahwa kejadian tersebut terjadi dirumah ibu tersangka. Namun kenyataannya setelah pihak Polda Maluku melakukan pemeriksaan HP tersangka, ternyata GPS pada HP milik tersangka tidak pernah ada titik lokasi TKP sebagaimana yang telah di police line oleh penyidik.
Alhasil karena tidak ada bukti, maka penyidik mengembalikan HP milik kliennya itu.
Bertolak dari hal tersebut, Zaenah memilih untuk memohon perlindungan hukum kepada Kapolri, karena kliennya telah dikriminalisasi baik oleh ibu korban selaku pelapor maupun oleh penyidik Polres Ambon, yang diduga telah melakukan penganiyaan yang melanggar hak asasi manusia (HAM).
Selain kepada Kapolri, Surat perlindungan hukum ini juga Zaenah ajukan kepada Kabid Propam Mabes Polri, Kabid Irwasda Mabes Polri, Komnas HAM pusat dan Provinsi Maluku serta beberapa lembaga lainnya.
Bahkan tersangka lewat kuasa hukumnya itu telah melayangkan somasi kepada ibu korban selaku pelapor. Lantaran pelapor diduga dengan sengaja telah mengkriminalisasi kliennya sehingga ditetapkan sebagai tersangka.
Lebih jauh lagi, Komnas HAM provinsi Maluku lewat suratnya nomor 051/PM.03.00/3.5.5/2022 tertanggal 11 Mei 2022, telah meminta penyidik Polres Ambon untuk memberikan klarifikasi terkait kasus ini kepada Komnas HAM.Sementara itu, Kasat Reskrim Polre Pulau Ambon, AKP Mido Manik yang dikonfirmasi media ini lewat pesan singkat meminta waktu akan mengecek hal tersebut dan selanjutnya akan berkordinasi dengan Pihak Propam Polres Pulau Ambon guna menindaklanjutimya.
0 Komentar