KBRN, AMBON : Maluku Future Foundation (MFF) atau yang dikenal dengan Yayasan Masa Depan Maluku, terbentuk di Belanda sejak tahun 2019 silam.
Yayasan ini hadir dengan semangat solidaritas dan kepedulian oleh anak-anak Maluku yang berada di Belanda, terhadap bencana yang kerap terjadi di tanah leluhurnya.
Ikut prihatin dan merasakan derita yang dialami sesama saudara di Maluku, MFF telah menyalurkan sejumlah bantuan bagi warga yang terdampak bencana gempa bumi.
Hingga saat ini, yayasan yang dipimpin Tjarda Salasiwa masih tetap eksis menunjukkan komitmennya membantu masyarakat Maluku. Salah satunya dengan penyediaan air bersih bagi masyarakat miskin.
Mereka melihat, masyarakat miskin di Maluku masih sulit untuk mendapatkan kebutuhan air minum yang bersih dan layak.
Dalam bincang-bincang santai via ponsel, Minggu malam dari Belanda, Tjarda Salasiwa yang didampingi Penasehat MFF bagian teknisi, Thom Tehupuring menjelaskan tentang proyek pengadaan air bersih yang sudah dikerjakan mereka di Maluku dan berbagai agenda yang akan dilaksanakan MFF kedepan.
“Saat ini MFF punya program air bersih, dan sudah menyalurkan alat filter air bersih kepada ribuan masyarakat miskin,”ungkap Tjarda.
Wanita yang mewarisi darah Maluku dari sang ayah asal Pulau Buru ini mengaku sudah dua kali mengunjungi Maluku, sehingga mengetahui persis apa yang menjadi kebutuhan masyarakat miskin.
Tjarda menemukan, pada umumnya masyarakat masih sulit untuk mendapatkan air bersih. MFF kemudian menggandeng Thom Tehupuring yang juga telah memiliki pengalaman melaksanakan proyek serupa di sejumlah negara.
Pria yang memiliki keluarga di Seilale, Desa Latuhalat, Kecamatan Nusawiwe Kota Ambon ini ternyata juga telah memiliki pengalaman mengerjakan proyek air bersih bagi orang miskin dan anak-anak di 193 negara yang mengalami bencana alam tsunami. Thom juga telah beberapa kali mengunjungi Maluku.
Dia telah menyalurkan ribuan alat filter air bersih secara gratis, diantaranya Desa Tial, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah yang ikut terdampak gempa bumi.
Desa ini sangat membutuhkan air bersih, karena sebagian besar rumah mereka rusak termasuk fasilitas air bersih. Alat filter air bersih ini menurutnya dapat dipakai untuk skala rumah tangga dan sudah terpasang sekitar 2-3 ribu rumah masyarakat miskin.
Diantaranya di Pulau Seram, Siahari, Haria, Kei Kecil, Kei Besar, Aboru, Porto, Pulau Haruku dan Saparua.
“Alat filter ini memiliki cara kerja yang sangat sederhana. Air tinggal diisi ke dalam tabung dan secara otomatis akan disaring. Air yang keluar sudah dalam keadaan bersih dan layak untuk diminum tanpa dimasak lagi,”ucapnya.
Masyarakat kata dia, dapat memanfaatkan air hujan, air dari kolam ataupun kali yang ada disekitar rumah untuk difilter.
Alat filter air bersih ini memiliki kapasitas tampung antara 10 – 20 liter. Dalam jangka waktu sekitar 2 jam, telah dihasilkan air bersih yang layak untuk diminum, tanpa perlu di masak.
“Kalau gunakan alat filter, air yang dihasilkan sangat bersih dan tidak berasa. Alat ini juga dipakai di negara-negara lain dan juga sering digunakan oleh PBB dalam proyek kemanusiaan bagi masyarakat miskin korban bencana,”jelasnya.
Thom juga mengingatkan, alat filter air ini tidak bisa digunakan untuk air laut. Selain itu, setelah mencapai 7000 liter, peralatan filter harus diganti untuk kembali menghasilkan air bersih.
Tjarda dan Thom mengungkapkan, dana yang digunakan untuk membantu masyarakat di Maluku berasal dari sumbangan masyarakat keturunan Maluku yang berada di Belanda, yang berasal dari sejumlah kota.
Diakuinya, generasai ketiga dan keempat anak-anak Maluku di Belanda, memiliki kepedulian yang sangat tinggi terhadap apa yang terjadi di Maluku.
Kecintaan keduanya terhadap tanah Maluku, juga tumbuh dari didikan orang tua mereka.
Meskipun terlahir di Belanda, Tjarda diajarkan oleh sang ayah untuk mencintai tanah leluhurnya, Maluku. Demikian juga dengan Thom.
Rasa cinta Maluku inilah yang membuat Tjarda bersedia saat diminta untuk meimpin MFF.
Thom yang terlahir di Belanda, adalah anak dari Cobis Tehupuring anggota KNIL yang bersama dengan masyarakat Maluku lainnya memutuskan untuk ikut ke Belanda, saat masa penjajahan berakhir. Meskipun berada di Belanda, Thom dan Tjarda bersama dengan ribuan anak-anak berdarah Maluku lainnya tetap tidak melupakan Maluku sebagai tanah asal mereka.
Mereka juga masih diperkenalkan tentang adat istiadat dan bahasa yang ada di Maluku. Hal ini terlihat, meskipun tidak terlalu lancar, namun keduanya masih bisa berkomunikasi dengan baik menggunakan bahasa leluhurnya.
Tjarda dan Thom mengatakan, MFF kedepan masih memiliki sejumlah program untuk membantu masyarakat di Maluku. Untuk mewujudkan semua program, MFF juga memiliki perwakilan di Maluku.
Salah satu proyek yang akan dilaksanakan kedepan adalah pengadaan lampu listrik tenaga surya gratis bagi masyarakat tidak mampu.
Mereka melihat, ada sejumlah negeri di Maluku yang belum memiliki listrik. Memanfaatkan sinar matahari yang melimpah karena Maluku adalah daerah tropis, keduanya optimis lampu tenaga surya merupakan solusi yang tepat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan penerangan.
“Dengan lampu listrik tenaga surya, anak-anak di Maluku juga bisa belajar di malam hari, karena ada penerangan. Ini salah satu cara kami untuk membantu pendidikan generasi Maluku agar cerdas. Negeri-negeri yang belum memiliki listrik, juga tetap bisa terang di malam hari,”kata keduanya.
“Masih banyak basudara yang hidup kekurangan. Apa yang dirasakan oleh basudara di Maluku, itu juga yang katong rasakan di Belanda ,”sambung keduanya.
Diakhir bincang-bincangnya, Tjarda dan Thom juga menitipkan pesan-pesan yang manis untuk anak-anak muda di Maluku. Keduanya mengajak pemuda Maluku agar selalu mengutamakan pendidikan sehingga dapat menguasai teknologi, untuk membangun daerah.
Selain itu, selalu menjaga dan memelihara lingkungan dan alam agar terhindar dari berbagai bencana yang terjadi.
“Mari jaga lingkungan, jaga tanah Maluku bae-bae, percaya dengan diri sendiri katong bisa bangun Maluku. Katong akan dapatkan hasil yang baik, bila katong mau kerja keras,”ajak keduanya.
0 Komentar