Hukum bagi Pedhopilia Saatnya Diperberat
KBRN, Jakarta : Akun media social 'Official Candys Group'
yang ditemukan di Jakarta kembali
menghebohkan Indonesia, menyusul kasus kasus kejahatan seksual besar terhadap
anak anak atau pedhopilia yang terjadi sebelumnya baik melibatkan
orang Indonesia diantaranya Robot Gedhek,
Baikuni alias Babe dan Deri
Harahap maupun orang orang asing diantaranya Tony mantan Diplomat Australia,
dan Peter Smith warga Australia.
Eksploitasi seks anak, terutama melalui jaringan online, boleh
dikata bukan barang baru. Investigator Perserikatan Bangsa-bangsa pada 2009 saja
menyatakan sekitar 750 ribu orang mengakses situs pornografi anak pada saat
bersamaan, dan jumlah tersebut meningkat dari tahun ke tahun, seiring dengan
kemudahan mengakses dan menjelajah dunia maya. Jaringan pornografi anak bukan
hanya di Kolombia seperti yang tertangkap aparat beberapa hari lalu, tetapi
disinyalir tersebar luas di Peru, Argentina, Meksiko,El Salvador, Cile,
Bolivia, Kolombia, Kosta Rika, Amerika,
Banyaknya pelaku
kejahatan seksual terhadap anak-anak kembali mengingatkan para orang tua dan
lingkungan masyarakat untuk tidak lengah mengawasi akan anak baik dalam
pergaulan maupun dalam penggunaan media sosial internet , baik melalui seluler
phone maupun di warnet. Tidak mudah melakukan pengawasan terhadap anak anak
secara penuh dalam keseharian , sehingga sering muncul anggapan pengawasan terhadap anak masih lemah, demikian halnya dengan hukuman .
Menyimak penangan
kasus kasus kejahatan seksual terhadap anak , selama ini pasal pasal yang sering dipergunakan untuk mengadili penjahat anak adalah dengan KUHP pasal 290 dengan ancaman 7 tahun penjara dan
pasal 292 KUHP dengan ancaman 5 tahun tentang
Pencabulan.
Namun jika kita simak hasil penelitian dalam jurnal kriminal, Trend and Issue in Crime &
Criminal Justice, mereka yang menjadi korban kekerasan seksual, 33 persen
hingga 75 persen akan menjadi pelaku di masa mendatang, kiranya Perpu atau
peraturan perundangan lainnya untuk memperberat hukuman bagi pelaku kejahatan
seksual anak atau pedhophil, perlu dilakukan pembahasan lebih lanjut .
Tentunya kita setuju
jika tuntutan maksimalnya 5 tahun dipandang banyak aktivis perlindungan anak
sudah tidak relevan untuk memberikan efek jera bagi si pelaku. Bahkan, dengan
hukuman yang ringan itu , setelah keluar dari penjara, ada kecenderungan pelaku
berhasrat mengulangi perbuatannya.
Upaya memperberat
hukuman bagi pelaku kejahatan anak telah
dikeluarkan Presiden Jokowi melalui Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang
Perubahan ke 2 atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak. Perppu ini juga mengatur mengenai hukuman kebiri kimia bagi penjahat
seksual, namun masih ada saja keraguan di dalam pelaksanaan dengan berbagai
pertimbangan.
Hukuman apa lagi kiranya yang perlu dituangkan dalam
peraturan perundangan di Indonesia yang mampu membuat jera para pelaku maupun
calon pelaku kejahatan seksual terhadap anak.
Pencegahan bukan hanya cukup dilakukan oleh Kementrian
Komunikasi dan Informatika dan Satgas Satgas yang menangani situs situs
kriminal serta Kementrian Sosial saja, peran orang tua, masyarakat dan para
pendidik sangat menentukan terulangnya
kasus kasus pedhoplia.
*Sumber Foto : Google*
Reply Hide replies Edit Delete Ban